Peranan pers pada Masa pergerakan Nasional
Dalam mengembangkan gagasan
pergerakan nasional dan mempropagandakannya kepada masyarakat, surat
kabar, dan majalah memegang peranan penting. Hal ini disebabkan surat
kabar atau majalah dapat membawa nasionalisme (kebangsaan indonesia).
Dalam buku yang ditulis
Mirjam Maters yang bertajuk "Dari perintah Halus ke Tindakan Keras"
terhitung ada lima periode yang bisa dijadikan acuan dalam perkembangan
pers pada masa kolonial Belanda. Setiap periode yang baru ditandai oleh
perubahan kebijakan terhadap pers.
Periode pertama dari
kronologis tersebut yang terjadi anatar tahun 1856-1913. Periode ini
ditandai dengan lahirnya peraturan tentang barang cetakan pada tahun
1856 yang bersifat konservatif. Kemudian pada tahun 1906 Pemerintah
Hindia belanda mencoret pasal-pasal yang memuat unsur preventif dari
peraturan masa 1856. Semenjak tahun itu sampai 1913 merupakan tahun
panjang mengenai berbagai penyerangan terhadap pers.Sedangkan tema periode kedua
menghasilkan pengawasan yang lebih ketat. Selain itu juga keluar
peraturan mengenai pelaksanaan hukum pidana terhadap para pelanggar
pers. Ini terjadi anatar tahun 1913 sampai 1918. Sasaran dari berbagai
kecenderungan kebijakan tersebut terutama jelas mengarah kepada para
penulis Eropa yang dipandang sebagai penghasut yang mengancam "keamanan
dan ketertiban" Hindia Belanda.
Setelah tahun 1918, suasana
kehidupan pers mulai dibayangk-bayangi oleh ketakutan akan bahaya
gerakan komunisme dan nasionalisme radikal. Tema ini menjadi lingkup
masalah pada dekade periode ketiga yang berakhir pada tahun 1927.
Periode keempat yang meliputi tahun 1927-1931 diwarnai oleh berbagai
diskusi tentang pemberlakuan pemberangusan pers. Yaitu, tindakan
administratif yang memberikan hak kepada gubernur jenderal untuk
melarang terbitnya suatu media cetak. Tahun 1931 merupakan awal dari
periode kelima dapat dikatakan bahwa pemerintah kolonial telah menguasai
segala macam sarana untuk mengendalikan kehidupan pers. Pada paruh
kedua tahun 1930-an itulah perkembangan politik luar negeri semakin
menentukan kebijakan terhadap pers. Periode terakhir ini ditutup pada
tahun 1942, yaitu jepang menduduki Hindia Belnada. Di anatara surat
kabar dan majalah yang terkenal pada masa itu anatara lain Prijai. Medan
Prijaji menyuarakan isi hati bangsa yang terjajah di Hindia Belanda
pada tahun 1903. Kemudian disusul dengan beredarnya koran dari kaum
pergerakan seperti DR. cipto, Ki Hajar Dewantara, Samuan, Bung Karno,
dan lain-lain, maka Pemerintah Belanda pun segera menyiapkan berbagai
aturan untuk mengantisipasinya.
Selain
itu, Darmo Kondo merupakan surat kabar utama yang terbit di Jawa.
Pemiliknya orang Cina, kemudian pada tahun 1910 cabangnya di Surakarta
dibeli oleh Budi Utomo.Surat kabar Utusan Hindia, lahir dibawah pimpinan
Tjokroaminoto, Sosrobroto, dan Tirtodanudjo. Isi tulisan Hindia
mencerminkan dunia pergerakan, Politik, ekonomi, dan perburuan. Akibat
adanya perpecahan dalam tubuh SI, maka Utusan Hindia membubarkan diri
pada awal tahun 1923. Surat kabar SI lainya adalah Sinar Djawa di
Semarang, Pancaran Warta di Betawi, dan Saroetomo di surakarta. Di
Bodjonegoro lahir surat kabar Doenia Bergerak, Tjahaja Timoer terbit di
Malang dan Koem Moeda terbit di Bandung, masing-masing dengan redaktur
Raden Djojosoerdiro dan Abdul Moeis.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus