close
.

Kisah Makelar Kasus Si Ratu Lobi 3

c. Sjamsul Nursalim Tidak Datang, Kemas ke Singapura
   Hingga penyelidikan kasus BLBI-BDNI berakhir, Sjamsul yang bermukim di Singapura belum pernah sekalipun dimintai keterangan. Sementara, Jampidsus Kemas Yahya, diduga dua kali ke Singapura.
  Pada pertengahan 1997, BDNI mengalami kesulitan likuiditas dan diberikan dana BLBI sebesar Rp. 28,1 triliun hingga mencapai Rp. 28,408 triliun. Dia diduga menyelewengkan BLBI tersebut dan dinilai sebagai obligor BLBI yang tidak kooperatif. Sehingga ia ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan.
  Sesuai data hasil investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), bahwa menjelang BDNI menerima kucuran BLBI, Sjamsul Nursalim diduga berusaha mengosongkan kas BDNI dengan menyalurkan kredit pada sejumlah perusahaan di luar negeri, yang sebagian besar dipimpin oleh Liem Mei Fung dan Liem Min Lin (ayah Sjamsul). Kompas 27 Mei 2002 memberitakan, perusahaan itu adalah Trandale Pte Ltd, Habitat Properties Pte Ltd, Grand Tour Tyre Pte Ltd, dan GT Asia Pacific Holding Pte Ltd di Singapura, Sino Freat Ltd, Broad Bay Ltd, dan Team Good International Ltd di Hongkong, Serta Globe Trading Company dan Seven Maschinery Ltd di Taiwan. Dana yang disalurkan mencapai 607,95 juta dollar AS. Tidak pernah ada klarifikasi dari Sjamsul perihal hasil investigasi ICW ini.
  Impremium bisnis keluarga Sjamsul di Singapura berpusat di Robinson Road. Sejumlah direksi Tuan Sing Holding tercatat pernah menjadi eksekutif diperusahaan Sjamsul lainnya, Nuri Holding Pte Ltd dan Habitat Properties Pte Ltd. Sebagai investor di Singapura, nama Sjamsul pun tercatat di Economic Development Board (EDB) dan International Enterprise Singapore sebagai Liem Tek Siong.
   Dengan alasan ada penyempitan pembuluh darah di jantung Sjamsul, Kejagung, yang saat itu dipimpin Marzuki Darusman mengeluarkan izin berobat ke Jepang pada Mei 2001. Tapi sejak itu, Sjamsul tidak pernah pulang. Saat Marzuki digantikan Baharuddin Lopa sebagai Jaksa Agung, Juni 2001, Sjamsul diminta pulang, tapi ia menolak dan memilih bermukim di Singapura. Sejak itu, dalam berbagai proses penyelesaian kasus BLBI, termasuk penandatanganan master of settlement and acquisition agreement (MSAA), ia diwakili kuasa hukumnya atau istrinyam Itjih Nursalim.
   Setelah ada proses penyelesaian melalui MSAA, pemerintah menerbitkan surat keterangan lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim pada April 2004. Berdasarkan itu, Jaksa Agung M.A. Rachman dan kasus dugaan korupsi BLBI yang menjadikannya sebagai tersangka dihentikan pada Juli 2004 dengan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Jaksa Agung M.A Rachman.
  Atas desakan berbagai pihak, Jaksa Agung Hendarman Supandji pada Desember 2007 membuka kebali penyidikan kasus BLBI, khususnya terkait BDNI dan BCA. Kejagung membentuk tim khusus terdiri 35 jaksa terbaik yang direkrut dari berbagai daerah. Jaksa Urip Tri Gunawan dipercaya memimpin tim yang menangani kasus BLBI terkait BDNI (Sjamsul). Hingga akhirnya Jampidsus Kemas Yahya Rahman mengumumkan penghentian penyidikan karena tidak ditemukan bukti pidana pada 29 Februari 2008 lalu, Sjamsul tidak pernah datang ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Sedangkan Anthony Salim (BCA) dua kali memenuhi panggilan dan di periksa.
   Lalu, dua hari setelah penyidikan dihentikan, oleh KPK, jaksa Urip Tri Gunawan tertangkap dengan barang bukti 660 ribu dollar AS di mobilnya setelah bertemu Artalyta Suryani dirumah Sjamsul Nursalim di Jalan Terusan Hang Lekir II, Kavling WG 9, RT 06 RW 09, Grogol Selatan, Simpriug, Jakarta Selatan. Belakangan, Ayin mengakui itu rumahnya dan meminta jangan menghubungkan kasusnya dengan Nursalim. Sementara Urip juga membantah uang 660 ribu dollar AS itu sebagai hasil bisnis permata.
  Dari pelbagai pemberitaan media massa seputar penangkapan jaksa Urip dengan barang bukti USD 660.000 di mobilnya, hanya berselang dua hari setelah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kemas Yahya Rahman mengumumkan penghentian penyidikan BLBI terkait BDNI (Sjamsul Nursalim) dan BCA (Anthony Salim), ada beberapa hal yang terasa ganjil dan menarik perhatian publik.Salah satu adalah Sjamsul Nursalim, mantan pemilik BDNI, yang belakangan bermukim di Singapura belum pernah datang untuk diperiksa Tim Jaksa Kejaksaan 
  Agung. Berbeda dengan Anthony Salim, mantan pemilik BCA, yang beberapa kali datang ke Gedung Bundar Kejagung untuk dimintai keterangan.
   Sumber di Kejagung menyebut, Sjamsul memang dikirimi surat panggilan, tetapi tidak pernah datang. Apakah surat panggilan ini sampai ke Sjamsul atau malah tidak jadi dikirim, juga menjadi isu simpang siur. Namun, menurut beberapa sumber pada 13 Maret 2008, dari hasil pemeriksaan internal Kejaksaan Agung (Kejagung) surat panggilan pemeriksaan untuk bos Group Gadjah Tunggal itu tidak pernah dikirim. Hal ini terungkap dari Paino, kurir yang bertugas mengantar surat panggilan untuk Sjamsul. Paino sedianya membawa surat panggilan ke Sjamsul ke kantor pengacaranya, Adnan Buyung Nasution (ABN) Lawfirm. Tapi, ditengah perjalanan, Paino ditelepon jaksa dari Gedung Bundar, diminta menunda penyerahan surat panggilan Sjamsul. Paino pun lantas balik ke Gedung Bundar.
  Tapi yang jelas, pada 17 Januari 2008, Sjamsul Nursalim pernah dijadwalkan akan diperiksa Gedung Bundar Kejasaan Agung. Hal ini, tentu menjadi agenda liputan bagi berbagai media massa. Sehingga pada hari itu, sejak pagi, hampir 60-an wartawan sudah memenuhi pelataran Gedung Bundar menanti kedatangan Sjamsul. Sementara diluar pagar, ada sekelompok mahasiswa berunjuk rasa mendesak agar Sjamsul ditahan.
  Tapi ditunggu hingga petang, bos Gajah Tunggal itu tidak datang-datang. Wartawan yang dari pagi sudah menunggu sudah mulai berkurang. Begitu pula mahasiswa yang teriak-teriak di luar sudah lelah dan kehabisan suara, dan pulang. Lalu, saat suasana hiruk pikuk sudah mulai reda, sebuah mobil Toyota Alphard membelok menuju gerbang pintu utama Gedung Bundar Kejagung. DI depan pintu, mobil berhenti, seorang pengawal segera turun, disusul seorang perempuan, yang kemudian dikenal bernama Artalyta Suryani, akrab di panggil Ayin atau Bunda. Pengusaha kaya dari lampung yang disebut kenal baik dengan Sjamsul Nursalim itu langsung masuk kedalam Gedung Bundar. Tidak diperoleh informasi pasti siapa petinggi Kejaksaan Agung yang ditemui Ayin kala itu.
  Namun, sumber di Kejaksaan Agung menyebut bahwa Ayin kenal baik dengan Jampidsus Kemas Yahya dan Urip Tri Gunawan, Ketua Tim Jaksa Pemeriksa BLBI terkait BDNI (Sjamsul Nursalim). Kemas sendiri mengaku kenal dengan Ayin . Bahkan, kepada Jaksa Agung Hendarman, Jampidsus itu dua kali ditemui Ayin dikantornya. Tapi menolak membicarakan perkara apapun yang tengah ditangani Kejaksaan Agung dengan Ayin. Sehingga, Jaksa Agung mengingatkan Kemas agar berhati hati, jangan sampai berhubungan dengan makelar kasus. Lalu, ada catatan imigrasi yang amat menarik perhatian pers apabila dikaitkan dengan keengganan Sjamsul Nursalim memenuhi panggilan Kejaksaan Agung. Justru dari catatan imigrasi itu, Kemas Yahya ditengarai dua kali bepergian ke Singapura, bukan melalui Bandara Soekarno Hatta, tetapi melalui Batam. Yakni pada 2 September 2007 dan 9 Desember 2007. Berita Indonesia tidak berhasil mengonfirmasi hal ini kepada Kemas. Apakah ia benar berpergian ke Singapura dan untuk keperluan apa?
  Namun yang jelas, Kemas sendiri menyatakan tidak ada hubungan perkenalannya dengan Artalyta Suryani dengan kasus apapun yang tengah ditangani Kejaksaan Agung, termasuk kasus BLBI terkait BDNI. Bahkan menurut Kemas, kejaksaan tidak akan membuka lagi kasus BLBI meski salah seorang koordinator jaksanya menerima suap. "Kayaknya tidak (dibuka lagi). " kata Kemas.
   Perihal keputusan Jaksa Agung mengenai penggantian dirinya dari jabatan Jampidsus, Kemas Yahya Rahman mengaku ikhlas. "Saya menerima dengan senang hati, Saya bawahan. Apa yang disampaikan pimpinan, saya anggap itu yang terbaik," katanya. Namun, dia menegaskan bahwa dirinya bukan nonaktif, tetapi diganti atau dimutilasi.

Bersambung>>

0 komentar:

Copyright © 2014 Design By Fatrin BudimanNusantara Indo.