close
.

Kisah Makelar Kasus Si Ratu Lobi 4

d. Kedekatan Sang Ratu Lobi Arthalyta Suryani dengan para Penguasa dan Petinggi Negara
   Artalyta Suryani, yang akrab disapa Ayin mengambil -alih pengelolaan bisnis suaminya PT Bukit Alam Surya (BAS) yang bergerak di bidang properti, berpusat di Jalan Komodor Yos Sudarso, Bandar Lampung. Ayin berhasil mengendalikan BAS. Bahkan, dia bisa merambah hingga ke Jakarta. Belakangan malah lebih sering di Jakarta dari pada di Bandar Lampung. Dia dikenal sebagai seorang pengusaha yang cerdas, agak pendiam, tapi supel dan ramah. Ayin juga gemar menyanyi dan piawai lobi.
   Ayin akrab dengan beberapa petinggi negeri ini. Ketika menikahkan putranya, Rommy Dharma Satriawan dengan Lanny Mariskha di Hall Pekan Raya Jakarta, April 2007, Ketua DPR Agung Laksono yang memberi sambutan atas nama keluarga. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun berkesempatan hadir. Sebaliknya, saat Presiden SBY menikahkan putranya, Agus Harimurti dengan Anisa Pohan, Ayin juga hadir.
   Juga ketika Ayin menikahkan putri sulungnya, Imelda Dharma dengan Eiffel Tedja, putra Alexander Tedja, pemilik PT Pakuwon Group, di Surabaya, Juni 2007, tampak hadir sejumlah pejabat, antara lain Kapolri Jenderal Susanto, Sutiyoso, Imam Utomo, dan beberapa menteri. Bahkan, namanya sempat tercantum sebagai Bendahara DPP Partai Kebangkitan Bangsa. (Alm), Gus Dur sendiri mengaku kenal baik dengan Ayin. 
   Belakangan, Ayin juga disebut sering terlihat di Gedung Bundar Kejaksaan Agung dan akrab dengan beberapa petinggi jaksa disana. Termasuk kenal dengan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ( JAM Pidsus) Kemas Yahya Rahman. Bahkan, Ayin dikabarkan bertemu dengan Kemas Yahya Rahman dua hari sebelum Jampidsus itu mengumumkan tidak menemukan bukti korupsi dalam BLBI kepada BDNI senilai Rp. 47,5 triliun dan Sjamsul Nursalim (Pemilik BDNI) sudah membayar sesuai kewajibannya sehingga penyidikan dihentikan.
   Jaksa Agung Hendarman Supandji juga sudah mengonfirmasi hal ini kepada Kemas Yahya Rahman. Kemas mengaku mengenal Ayin yang dua kali menemuinya di Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Tapi menurut Kemas kepada Jaksa Agung, dia menolak Ayin membicarakan kasus perkara BLBI.
   Itulah sepenggal kisah hebatnya lobi Ayin. Sebuah sumber yang mengaku dekat dengan keluarga Nursalim, mengakui bahwa Ayin jago melobi kiri-kanan. Hal ini yang membuat keluarganya Nursalim mengandalkannya. Misalnya, untuk mengurus berbagai izin, terutama izin untuk properti yang sangat berliku.
  Kedekatan Ayin dengan Sjamsul Nursalim, bukan karena hubungan darah. Tapi dimulai dari kedekatan keluarga mereka yang sama-sama berasal dari Gudang Kaleng. Kemudian berlanjut dengan hubungan bisnis suami Ayin dengan Sjamsul Nursalim di PT Dipasena. Maka jika ke Jakarta , tidak heran bila Ayin lebih sering menginap di rumah Sjamsul Nursalim, kendati dia punya apartemen mewah di Jalan Pakubowo. Kebetulan, sejak awal reformasi, keluarga Sjamsul Nursalim pun sudah lebih memilih tinggal di Singapura.
  Demikian jualah hari itu, Minggu 2 Maret 2008, Ayin sedang berada di rumah Syamsul Nursalim di Jalan Terusan Hang Lekir II, Kavling WG 9, RT. 06 RW. 09, Grogol Selatan, Simprug, Jakarta selatan. Alamat inilah yang dituju Jaksa Urip yang meluncur dengan santai mengendarai sendiri mobilnya.
  Urip tampaknya tidak sadar dirinya sudah di intai tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Rabu 27 Februari Malam. Bahkan, disekitar rumah yang dituju pun sudah berseleweran petugas KPK yang menyamar. Ada yang duduk-duduk di pos jaga, ada yang mengecat pot bunga dan ada yang seperti sekedar melintas. Penduduk setempat sebenarnya sudah ada yang sedikit curiga. Tapi, dikira petugas yang tengah mengendus peredaran narkoba.
   Tampaknya Urip belum hafal benar letak rumah yang dituju. Sesampai di Kompleks Simprug, Urip mencari-cari alamat rumah Nursalim. Rumah itu memang agak berada di Pojok belakang kompleks. Ia berhenti dan tanya-tanya tepatnya alamat rumah itu. Saat itu, tanpa disadari Urip, mobil petugas KPK sempat menyalip mobilnya.
   Akhirnya, Urip menemukan rumah Nursalim. Rupanya ia sudah ditunggu. Serta-merta pintu gerbang pun segera dibuka. Pada saat gerbang di buka, mobil petugas KPK lewat, untuk menghindari kecurigaan, kemudian putar balik di ujung jalan. Beberapa anggota tim KPK yang sudah berada di kawasan Simprug sejak pukul 14.00 pun tampak serempak merapat ke rumah ity. Dengan tidak terlalu menyolok, mereka menunggu sampai Urip keluar.
  Sekitar pukul 16.30, mobil Urip pun keluar. Dengan cekatan mobil-mobil petugas KPK memepet mobil Urip dari muka dan belakang, Tampaknya Urip mulai menyadari ada yang tidak beres. Dia berupaya menghindar dan melawan. Tapi mobil petugas KPK sengaja menabrak Mobil Urip dari belakang sehingga bempernya penyok.
    Urip masih berupaya melawan dan mengatakan bahwa ia petugas. Tapi petugas KPK (empat personil Brimob) tidak perduli, bahkan berupaya menjatuhkan Urip ke jalan aspal dan menekan kepalanya agar tak bisa bergerak lagi. Kemudian, dengan mudah Urip diborgol. Beberapa warga sempat menyaksikan adegan ini.
   Petugas KPK juga meminta warga memanggil Ketua RT. 06 RW. 09. Sambiyo ketua RT itu segera bergegas datang. Tim KPK meminta Sambiyo menjadi saksi. Di belakang kursi depan (pengemudi) mobil Urip ditemukan kardus minuman ringan. Saat ditanya apa isi kardus itu, Urip menjawab cokelat. Lalu, petugas KPK meminta ketua RT untuk membukanya. Di dalamnya ada tumpukan amplop tebal berwarna cokelat. Kemudian Sambiyo membuka amplop itu Ternyata, isinya uang dollar. “Banyak sekali uangnya, dolar lagi,” ucap Ketua RT. Setelah dihitung oleh KPK, jumlahnya 660.000 dolar AS atau sekitar Rp 6,1 miliar.
  Setelah itu, Urip pun mengatakan bahwa uang dollar (barang bukti) itu adalah hasil transaksi jual-beli permata. Ia membantah uang itu ada sangkut pautnya dengan perkara apapun.
   Kemudian, Tim KPK berusaha masuk kedalam rumah berpagar hampir setinggi enam meter itu. Tetapi, pintu sudah tertutup rapat. Petugas KPK meminta untuk dibuka, namun penghuninya tak mau segera membuka. Lebih satu jam berikutnya, barulah pintu dibuka. Petugas KPK menangkap Artalyta Suryani serta membawa orang-orang di rumah itu sebagai saksi, diantaranya dua pembantu rumah tersebut. Rumah itu pun segera digeledah dan tidak ditemukan permata.
   Ketua KPK Antasari Azhar pun segera dilapori tentang penangkapan jaksa itu. Beberapa menit setelah mendapat laporan, Antasari Azhar segera melaporkan melalui telepon kepada Jaksa Agung Hendarman Supandji. Tentu saja Hendarman sangat kecewa mendengar anak buahnya tertangkap tangan. Dalam percakapan telepon itu, Hendarman bertanya: “Ada BB (barang bukti)-nya?” Antasari menjawab: “Ada, Pak, Uang USD 660.000.” Kemudian, Jaksa Agung menyilakan KPK mengusut kasus itu secara tuntas.
   Kemudian, terasa ada reaksi yang mengundang tanda tanya dari pihak Kejaksaan Agung setelah mengetahui Jaksa Urip ditangkap KPK dengan dugaan menerima suap dari Artalyta Suryani. Beberapa jaksa segera merapat ke Gedung Bundar Kejagung, termasuk Direktur Penyidikan M Salim. Jaksa Agung Hendarman juga dalam dialog distasiun ANTV membeberkan bahwa dia dilapori tentang belum ditangkapnya Artalyta Suryani, orang yang diduga KPK memberi suap kepada jaksa Urip.
   Segera Jaksa Agung dilapori akan dibuat surat perintah penangkapan Artalyta Suryani. Direktur Penyidikan M. Salim segera membuat surat penangkapan terhadap Artalyta, sekitar dua jam setelah Urip ditangkap. Namun, penangkapan Artalyta batal dilakukan Kejagung. Rupanya, KPK tidak kalah cerdik dan cekatan. KPK sudah lebih dulu menangkapnya.
   Namun bagi Chairul Imam, mantan Direktur Tindak Pidana Korupsi Kejagung, penerbitan surat perintah penangkapan Artalyta itu dinilai aneh. Dia heran, bagaimana surat penangkapan diterbitkan mendahului surat perintah penyidikan?
   Sekitar pukul 18.15, dua mobil berwarna silver berhenti di depan Kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Pusat. Satu mobil Kijang LGX bernopol DK 1832 CF milik tersangka dan satu Daihatsu Xenia milik penyidik KPK. Suasana terasa sangat tegang, saat Urip di keluarkan dari Kijang dengan tangan di borgol. “Jangan, Jangan di ambil gamabrnya dulu,” ujar seorang penyidik KPK seraya menyilangkan kedua tangannya tanda melarang wartawan memotret.
   Wajah jaksa Urip terlihat sangat kuyu. Dia diapit dua polisi berpistol dan senapan. Urip memakai kemeja putih dan celana jins biru muda. Beberapa penyidik KPK juga menggiringnya dari belakang langsung membawa Urip ke ruang pemeriksaan.
   Sampai disitu saja wartawan bisa menyaksikan. Tidak berapa lama, beberapa penyidik KPK bersama tersangka turun lagi menuju ke mobil tersangka yang di parkir di depan gedung KPK. Terlihat Urip berusaha melawan. Tampaknya dia enggan dibawa keluar menuju ke mobilnya. Sempat terjadi tarik menarik antara tersangka dan dua personel Brimob yang mengapitnya. Sampai-sampai seorang personil Brimob harus menarik lengan kiri tersangka seraya menggenggam pistolnya. Juga membentak dan menendang kaki kanan tersangka untuk memaksanya menuju ke mobil tersangka.”Katanya saya yang ambil,” ujar Urip membentak kedua polisi yang terus memegang kedua tangannya itu.
   Rupanya penyidik KPK meminta Urip kembali ke mobilnya untuk mengambil sebuah kardus minuman mineral yang berisi tumpukan kertas dan sebuah map biru tua di bagian atasnya. Setelah benda itu diambil, tersangka kembali dibawa keruang pemeriksaan. Sekitar satu jam kemudian, Jubir KPK, Djohan Budi, tiba di kantor KPK dan memberi keterangan kepada pers.
   Sekitar pukul 20.30, seorang laki-laki dibawa penyidik ke KPK. Namun, pria yang memakai jaket warna merah dan putih itu tidak di borgol. Pukul 20.45, seorang wanita setengah baya , yang kemudian diketahui bernama Artalyta Suryani, juga di gelandang penyidik ke KPK.
   Sekitar pukul 23.02, setelah diperiksa lima jam, urip dibawa lagi ke mobilnya untuk mengambil barang bukti yang dituduhkan kepadanya. Dari jok depam diambil sebuah tas hitam milik tersangka. Seraya menyaksikan pengambilan barang bukti tersebut, Urip menyempatkan bicara dengan wartawan menyangkal uang itu ada hubungannya dengan kasus BLBI."Itu hasil penjualan permata. Pembeli dan kuitansi penjualannya ada," tegasnya kepada wartawan. " Saya berani jamin 100% tidak ada kaitannya dengan kasus BLBI," ulang Urip yang kemudian ditahan KPK di penjara Brimob, Kelapa Dua, Depok.
   Namun, Jubir KPK Djohan Budi mengatakan, KPK menduga penyuapan terhadap tersangka ada hubungannya dengan kasus BLBI. "Mengaku sih boleh-boleh saja itu jual-beli permata. Yang jelas, dia kita dapatkan tertangkap tangan ketika menerima suap disebuah rumah di kawasan Jakarta Selatan," Tegas Budi.
   Namun, teka-teki kasus ini juga makin mencuat tatkala Artalyta sebelum diperiksa KPK, dalam penjelasan kepada wartawan, membantah telah tertangkap tangan. Bahkan, ia juga membantah rumah yang menjadi tempat tranksaksi pemberian dan penerimaan uang 660.000 dollar AS itu adalah rumah Sjamsul Nursalim.
    Artalyta juga membantah dirinya tertangkap tangan sedang memberikan uang kepada jaksa Urip Tri Gunawan. "Saya tertangkap tangan, itu tidak benar, " katanya. Ayin menjelaskan, pada hari H di luar perkarangan rumahnya, dan tanpa sepengetahuannya, jaksa Urip ditangkap KPK. Saat itu security memberitahu kepadanya ada ribut-ribut diluar. Lalu ia menyuruh putranya menemui dan membukakan pintu. "Mereka meminta saya untuk memberikan keterangan di kantor KPK, saya bersedia," kata Artalyta. Ayin juga membantah soal rumah Jalan Hang Lekir Kavling WG 9 adalah rumah Sjamsul Nursalim. "Itu tidak benar, yang benar itu rumah milik pribadi saya sejak beberapa tahun yang lalu." tegasnya.












0 komentar:

Copyright © 2014 Design By Fatrin BudimanNusantara Indo.